Jakarta, CNN Indonesia —
Sebanyak 211 organisasi internasional mendesak Dewan Perwakilan Rakyat RI menghadapi masyarakat sipil di tengah Aksi Massa yang berlangsung dan diwarnai Tindak Kekerasan.
Desakan itu tertuang dalam pernyataan bersama yang dirilis Forum Asia pada Minggu (31/8) bertajuk Pernyataan Bersama: melindungi hak berunjuk rasa, solidaritas internasional dengan Indonesia #stopkebrutalanpolisi.
Organisasi tersebut berasal dari berbagai negara seperti Indonesia, Timor Leste, Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Nepal, Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, Maladewa, Australia, Korea Selatan, Argentina, Sampai sekarang Afrika Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sebagai lembaga yang diprotes rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat tak bisa bersembunyi di balik tindakan represif, melainkan Harus berhadapan langsung dengan masyarakat sipil Indonesia, mendengarkan keluhan mereka, dan bertindak secara bertanggung jawab untuk memulihkan kepercayaan publik,” demikian pernyataan mereka.
Pernyataan itu lalu berlanjut, “Sebagai Aktor atau Aktris utama yang diprotes warga sipil, Dewan Perwakilan Rakyat Bahkan Harus berhadapan langsung dengan elemen-elemen masyarakat sipil Indonesia sebagai pihak yang diprotes.”
Ratusan organisasi sipil itu Bahkan meminta Dewan Perwakilan Rakyat memastikan pengawasan legislatif dengan memanggil Kapolri Listyo Sigit untuk menghadiri sidang pertanggungjawaban publik, menuntut penjelasan atas tindakan represif yang melanggar hukum, dan menjamin semua operasi pengendalian massa di masa ke depan sepenuhnya mematuhi hukum nasional dan standar internasional.
Ditambah lagi, mereka mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Harus segera mempercepat pembahasan dan pengesahan undang-undang yang melindungi hak-hak buruh, perlindungan sosial, dan kebebasan sipil.
Mereka Bahkan meminta Dewan Perwakilan Rakyat segera meratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (ICPPED) dan mengadopsi undang-undang domestik yang diperlukan untuk mencegah praktik penghilangan paksa yang berulang, memastikan investigasi yang tepat waktu dan tidak memihak, serta meminta pertanggungjawaban semua pelaku.
Dalam pernyataan bersama tersebut, organisasi sipil ini meminta Polri berhenti menggunakan Tindak Kekerasan dalam menghadapi massa aksi, mematuhi perkap No.1 tahun 2009 dan standar HAM internasional.
Ditambah lagi, mereka meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komnas HAM melakukan investigasi independen, transparan, dan imparsial terkait tindak sewenang-wenang aparat saat Aksi Penolakan berlangsung.
Dalam beberapa hari terakhir, Aksi Massa meluas di Indonesia. Mulanya, pedemo Penolakan kenaikan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan menolak kenaikan Retribusi Negara di tengah ekonomi yang morat-marit.
Aksi Penolakan terus berlanjut Sampai sekarang ada insiden pengemudi ojek online Affan Kurniawan dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob. Hari berikutnya, Aksi Penolakan meluas menuntut keadilan Affan dan direspons dengan gas air mata serta meriam air.
Janji berbenah
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Puan Maharani menyampaikan permintaan maaf terbuka menyikapi Aksi Massa selama beberapa hari terakhir imbas Penolakan jumlah tunjangan gaji anggota parlemen.
Melalui video yang disebarkan pada Jumat (29/8), Puan mengakui bahwa para pejabat Dewan Perwakilan Rakyat RI masih belum sempurna menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
“Atas nama seluruh anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat RI, kami meminta maaf Bila belum sepenuhnya dapat menjalankan tugas kami sebagai wakil rakyat,” ucap Puan dalam video tersebut.
“Dewan Perwakilan Rakyat RI Nanti akan terus berbenah dalam mendengar aspirasi rakyat,” kata Puan.
Puan Bahkan menyinggung soal laporan Tindak Kekerasan yang menimpa peserta Aksi Penolakan selama berunjuk rasa.
Menurutnya, Dewan Perwakilan Rakyat RI Setiap Saat berkomitmen untuk membuka ruang komunikasi yang sehat dalam bergotong royong membangun bangsa dan negara bersama masyarakat.
(isa/dna)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA