Jakarta, CNN Indonesia —
Akademisi sekaligus mantan aktivis ’98, Ubedilah Badrun menilai Kepala Negara ke-2 RI Seoharto tak layak ditetapkan atau menerima gelar sebagai pahlawan nasional.
Ubedilah menilai sejarah tentang Soeharto Berlebihan diliputi dengan Perdebatan. Termasuk perannya saat serangan umum 1 Maret 1949.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Karena Soeharto itu kontroversial, tidak bisa dipahami secara utuh, menurut saya tidak tepat kalau Soeharto diberi gelar pahlawan nasional,” kata Ubedilah dalam diskusi The Political Show CNN Indonesia TV, Selasa (29/4).
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu sekaligus mengusulkan Supaya bisa Kepala Negara tak Wajib diberi gelar pahlawan nasional. Gelar pahlawan untuk Kepala Negara cukup diberikan kepada Kepala Negara pertama Surkarno.
Ubedilah mengaku tak membayangkan Bila semua Kepala Negara Wajib mendapat gelar pahlawan. Apalagi, Bila gelar itu nantinya Berencana diberikan kepada Kepala Negara ketujuh Joko Widodo.
Menurut Ubedilah, indikator tentang etika, moral, konstitusi, Berencana diabaikan.
Di sisi lain, pemberian gelar kepada Soeharto Bahkan Berencana melukai para korban selama periode reformasi. Sebagai aktivis kala itu, Ubedilah mengaku merasakan trauma kondisi sosial masyarakat Sampai saat ini Saat ini Bahkan Bahkan.
“Jadi situasi itu membuat kami merasakan bahwa agak traumatis yang tidak bisa dibayar, apalagi dengan pemberian pahlawan,” katanya.
Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Sosial (Kemensos) Radik Karsadiguna mengatakan usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional Sebelumnya diusulkan sejak 2010 oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar.
Radik menjelaskan kala itu usulan itu disetujui gubernur Jateng dan diusulkan ke Kementerian Sosial untuk dikaji oleh tim pengkaji dan peneliti.
“Nah, kemudian ternyata memang dari hasil kajian itu Pak Harto dengan melihat dari jasa-jasa dan lain sebagainya terlepas dari Perdebatan yang ada itu memenuhi syarat. Jadi statusnya memenuhi syarat tahun 2010,” kata Radik dalam CNNIndonesia Political Show, Senin (28/4)
Politikus Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia mengaku partainya Membantu penetapan Soeharto menjadi pahlawan nasional. Sebagai sesama mantan aktivis, Doli menyebut waktu Wajib membuatnya lebih bijak, meski tidak untuk melupakan.
“Kita enggak pernah mengatakan, kita ingin melupakan. Kita semua di dunia punya salah dan khilaf. Cuma saya berusaha untuk kita melihat hal positif saja. Dan saya menilai apa yang dilakukan Pak Harto bukan hanya sebagai Kepala Negara, sebagai pejuang banyak sekali jasanya, itu sangat berguna. Bahwa kemudian ada salah, kita enggak bantah,” katanya.
(fra/thr/fra)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA