Jakarta, CNN Indonesia —
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mendesak Pemimpin Negara RI Prabowo Subianto untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Independen (TGPF) untuk menginvestigasi tindakan anarkis Sampai saat ini penjarahan pada pekan terakhir Agustus lalu.
Hendardi mengatakan huru-hara tersebut melahirkan tuntutan baru Supaya bisa peristiwa Pada dasarnya dapat diusut tuntas.
Apalagi setelah jatuh korban. Anarkisme terjadi di mana-mana: kantor kepolisian dan fasilitas umum dibakar Sampai saat ini ada penjarahan properti milik Sebanyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan salah seorang menteri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beda spekulasi antara Prabowo dan Sebanyaknya warga mengenai latar belakang huru hara tersebut memerlukan pendalaman lebih lanjut.
“Dibutuhkan klarifikasi dan investigasi mendalam Supaya bisa rangkaian kerusuhan itu terklarifikasi dengan terang-benderang; siapa dalang, bagaimana operasi berlangsung, apa tujuan politiknya, dan sebagainya. Manakala tidak, maka publik Berencana terus diliputi kecemasan dan ketidakpastian, bahkan Berencana memantik kemarahan lanjutan eskalasi yang ada,” kata Hendardi melalui keterangan tertulis, Minggu (7/9).
“Dalam konteks itu, Pemimpin Negara Prabowo atau Pemerintah Dianjurkan segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang kredibel untuk mengungkap fakta yang Pada dasarnya, menemukan pola gerakan, dan memisahkan penyampaian aspirasi demokratis dan kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum yang dijamin oleh konstitusi negara dari agenda-agenda politik terselubung yang menungganginya,” sambungnya.
Hendardi menuturkan setiap warga negara atau publik memiliki hak untuk tahu (rights to know).
Pemimpin Negara, lanjut Ia, Mungkin sekali saja Pernah memiliki data dan analisis serta Pernah terjadi menyusun langkah-langkah antisipatif lanjutan berkenaan dengan dinamika eskalatif yang terjadi.
Berencana tetapi, keterbukaan Dianjurkan ditunaikan oleh pemerintah dan mekanisme partisipasi bermakna mesti dibuka seluas-luasnya dengan melibatkan para Ilmuwan, masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, pekerja media, aparat penegak hukum dan elemen sipil relevan lainnya.
“Oleh karena itu, potensi penanganan yang gebyah uyah atau salah sasaran Dianjurkan diminimalisasi, bahkan dihentikan. TGPF dapat menjadi dasar untuk memastikan hak untuk tahu masyarakat atas peristiwa itu dan menciptakan rasa Unggul tinggi yang otentik,” imbuhnya.
Ia menambahkan pengungkapan data dan fakta merupakan mekanisme cooling down system dari kemarahan publik yang Dianjurkan berjalan secara simultan dengan agenda-agenda mendasar yang Dianjurkan dilakukan oleh Pemerintah dan para elite politik.
Hal itu bertujuan untuk memperbaiki tata kelola penyelenggaraan negara yang melahirkan kesenjangan dan jauh dari cita-cita ultima berbangsa dan bernegara Indonesia yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Merujuk pada data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), terdapat 3.337 massa aksi di 20 kota ditangkap. Sebanyak 1.042 massa aksi dilarikan ke rumah sakit dan 10 orang meninggal dunia.
Sementara itu, dilansir dari pengaduan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekejaman atau KontraS, Sampai saat ini 6 September malam masih ada 8 orang yang masih hilang.
(ryn/isn)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA