Jakarta, CNN Indonesia —
Sebuah studi baru mengungkap manusia Sudah tinggal di Raja Ampat, Papua, sejak 55 ribu tahun lalu.
Studi yang diterbitkan oleh Cambridge University Press tersebut Menyajikan bukti langsung bahwa para pelaut Sudah melakukan perjalanan di sepanjang garis khatulistiwa untuk mencapai pulau-pulau di lepas pantai Papua sebelah barat lebih dari 50 ribu tahun yang lalu.
Penelitian lapangan arkeologi di Pulau Waigeo di kepulauan Raja Ampat, Papua bagian barat, ini merupakan kolaborasi internasional pertama yang melibatkan para akademisi dari Selandia Baru, Papbar, Indonesia, dan sekitarnya.
Sebuah studi baru mengungkap jejak kehidupan manusia di dekat wilayah Papua Sudah ada sejak 55 Jejak migrasi manusia ke Papua puluhan ribu tahun lalu. (Foto: Cambridge University Press)
|
Para peneliti memusatkan penggalian di Gua Mololo, sebuah ruang batu kapur raksasa yang dikelilingi oleh hutan hujan tropis. Gua ini membentang sedalam seratus meter dan menjadi rumah bagi koloni kelelawar, biawak, dan ular.
Dalam bahasa lokal Ambel, Mololo berarti tempat bertemunya arus, yang dinamai sesuai dengan perairan berombak dan pusaran air besar di selat di dekatnya.
Penggalian di gua tersebut menemukan beberapa lapisan pekerjaan manusia yang terkait dengan artefak batu, tulang belulang hewan, kerang, dan arang. Temuan ini diduga sisa-sisa fisik yang dibuang oleh manusia purba yang tinggal di gua tersebut.
Temuan arkeologi semacam ini disebut jarang ditemukan pada lapisan terdalam. Justru, penanggalan radiokarbon dari University of Oxford dan University of Waikato menunjukkan temuan tersebut setidaknya berusia 55 ribu tahun.
Artefak-artefak yang diduga jejak kehidupan manusia di wilayah Papua. (Foto: Cambridge University Press)
|
Artinya, manusia Sudah tinggal di Mololo pada 55 ribu tahun lalu.
Dikutip dari LiveScience, temuan utama dari penggalian tersebut Merupakan sebuah artefak resin pohon yang dibuat masa tersebut. Ini Merupakan contoh paling awal dari resin yang digunakan oleh orang-orang di luar Afrika.
Temuan tersebut menunjukkan kemampuan yang dikembangkan manusia untuk hidup di hutan hujan.
Analisis pemindaian-elektron mikroskop mengindikasikan artefak tersebut diproduksi dalam beberapa tahap.
Pertama, kulit pohon penghasil resin atau getah ditebang dan dibiarkan menetes ke batang dan mengeras. Kemudian resin yang Sudah mengeras tersebut dipatahkan dan dibentuk menjadi sebuah benda.
Fungsi dari artefak ini tidak diketahui, tetapi Kemungkinan digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk menyalakan api di dalam gua.
Damar serupa dikumpulkan selama abad ke-20 di sekitar Papbar dan digunakan untuk menyalakan api sebelum gas dan penerangan listrik diperkenalkan.
Selain resin, penelitian terhadap tulang-belulang hewan dari Mololo mengindikasikan bahwa orang-orang di masa tersebut berburu burung-burung yang hidup di tanah, hewan berkantung, dan kemungkinan megabats.
Temuan-temuan artefak lainnya di sekitar Raja Ampat. (Foto: Cambridge University Press)
|
Meski Pulau Waigeo merupakan rumah bagi hewan-hewan kecil yang sulit ditangkap, orang-orang beradaptasi dengan menggunakan sumber daya hutan hujan di samping makanan yang tersedia di pesisir pantai.
Hal ini merupakan contoh penting dari adaptasi dan fleksibilitas manusia dalam kondisi yang menantang.
Temuan ini potensial menjadi salah satu bukti peradaban manusia yang tertua di dunia, di samping gua berlukis di Maros-Pangkep, Sulsel.
(lom/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA