Jakarta, CNN Indonesia —
Kemarau basah melanda Sebanyaknya wilayah Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Pemicunya diduga Trend Populer sunspot.
Lalu, apa itu Trend Populer sunspot yang menyebabkan kemarau basah di Indonesia?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahli Meteorologi IPB University Sonni Setiawan menjelaskan, sunspot merupakan titik-titik gelap di permukaan Matahari yang menandakan aktivitas radiasi tinggi. Ketika sunspot meningkat, Matahari memancarkan lebih banyak partikel energi tinggi seperti sinar kosmik.
Partikel ini dapat mempercepat proses kondensasi di atmosfer dan Mengoptimalkan pertumbuhan awan, sehingga memperbesar kemungkinan hujan deras.
“Sunspot Bahkan memperbesar gradien potensial listrik dalam awan, sehingga hujan disertai petir lebih sering terjadi. Inilah salah satu faktor yang membuat curah hujan meningkat, bahkan di musim kemarau,” kata Sonni, melansir laman resmi IPB University, Selasa (10/6).
Secara ilmiah, istilah musim didefinisikan Merujuk pada posisi semu Matahari relatif terhadap pengamat di permukaan Bumi. Ketika Matahari berada di selatan khatulistiwa atau Belahan Bumi Bagian Selatan (BBS), wilayah selatan Bumi mendapat pemanasan akibat radiasi Matahari yang lebih intens.
Menurut Ia pemanasan radiasi Matahari di belahan Bumi selatan menyebabkan udara di BBS cenderung memiliki tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tekanan udara di BBU.
Hal tersebut membuat angin bergerak dari belahan BBU ke BBS. Demikian halnya Bila Matahari berada di utara Khatulistiwa atau BBU, yang merupakan sebuah siklus musim.
Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini mengungkap kondisi Pada Saat ini Bahkan menyimpang dari pola normal.
“Seharusnya, saat musim kemarau, curah hujan menurun. Tapi Pada Saat ini Bahkan, justru hujan terjadi terus-menerus. Ini yang disebut sebagai kemarau basah,” ujarnya.
Ia menambahkan Trend Populer kemarau basah ini terjadi bukan hanya karena pola monsun dan anomali iklim global, tapi Bahkan dipengaruhi oleh aktivitas Matahari, khususnya sunspot.
Menurut Ia Trend Populer kemarau basah dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Misalnya, Trend Populer iklim El Nino dan La Nina, serta Indian Ocean Dipole (IOD).
Ia mengatakan La Nina Pada Saat ini Bahkan terdeteksi dalam kondisi lemah Sampai saat ini Baru saja berkontribusi pada peningkatan curah hujan selama musim kemarau. Sementara, IOD berada dalam kondisi netral. Oleh karena itu, dampaknya terhadap kemarau basah tahun ini relatif kecil.
“Pada Saat ini Bahkan tidak ada indikasi kuat El Nino atau La Nina, begitu pula dengan IOD. Yang menarik justru Merupakan aktivitas sunspot yang berulang setiap 11 tahun dan Baru saja berada pada puncaknya sejak 2024 dan masih aktif pada 2025,” jelas Sonni.
(dmi/dmi)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA