Jakarta, CNN Indonesia —
Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) menyoroti Sebanyaknya pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dinilai berpotensi melemahkan peran advokat.
Ketua IKADIN Maqdir Ismail menyebut RUU KUHAP membatasi ruang gerak advokat dalam Menyajikan pendapat hukum, terutama di luar persidangan. Ia mengkritik Pasal 142 ayat (3) huruf b dalam draf RUU KUHAP yang membatasi advokat Menyajikan pendapat di luar Lembaga Peradilan terkait perkara klien.
“Pada Pada saat ini dalam RKUHAP, advokat itu dilarang untuk menyampaikan opini dan pendapat selain di ruang persidangan. Artinya, kebenaran yang disampaikan penyidik sebelum persidangan, enggak boleh dikontestasi,” ujar Maqdir pada diskusi publik di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (2/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya kira ini enggak fair, ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap HAM,” katanya.
Seandainya tetap dilakukan, IKADIN menilai advokat berisiko dikenai Hukuman Sesuai ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Pencurian Uang Negara (Undang-Undang Tipikor). Menurutnya, Syarat ini mengancam kebebasan berpendapat dan peran pembelaan advokat.
Pasal 142 ayat (3) huruf b RUU KUHAP merupakan salah satu pasal yang cukup dikritik kalangan advokat dan organisasi bantuan hukum.
Pasal ini menyebut advokat dilarang Menyajikan opini atau pernyataan di luar Lembaga Peradilan terkait perkara yang Pada Pada saat ini sedang ditangani, kecuali dalam ruang sidang. Seandainya melanggar, advokat dapat dikenai tuduhan menghalangi proses hukum.
Karena itu, pasal ini sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat dan upaya untuk membatasi peran kontrol sosial terhadap aparat penegak hukum.
Maqdir Bahkan menyinggung persoalan klasik dalam perkara Pencurian Uang Negara, Disebut juga perdebatan tentang kerugian keuangan negara. Ia menyebut perhitungan kerugian seringkali tidak Sesuai ketentuan parameter yang jelas dan mengabaikan putusan MK Nomor 21/2014/5, yang menegaskan kerugian negara Harus nyata dan Niscaya.
“Ketika advokat mengoreksi pemberitaan ini, justru dikira menghalangi penyidikan,” tambahnya.
Maqdir Bahkan menyinggung soal keberadaan saksi mahkota. Praktik ini dianggap rentan disalahgunakan karena memungkinkan seseorang mengakui kejahatan yang belum Pernah terjadi Niscaya dilakukannya demi mendapat keringanan hukuman.
“Saya khawatir, pengakuan itu hanya digunakan supaya Ia ringan. Ini membuka peluang abuse of power,” kata Ia.
Senada dengan Maqdir, Komisioner Kompolnas Choirul Anam menegaskan pentingnya posisi advokat sebagai pengontrol kewenangan aparat penegak hukum. Ia mengkritik potensi pelanggaran kerahasiaan antara advokat dan klien dalam kasus yang berkaitan dengan keamanan negara.
“Yang problem paling serius Merupakan pembicaraan advokat dengan klien yang dalam konteks keamanan negara, itu bisa didengarkan oleh penegak hukum. Itu nggak boleh. Kalau di level pembicaraan pun tidak dilindungi, maka sistem hukum kita bisa runtuh,” kata Anam.
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat RI Pada Pada saat ini tengah menyusun draf RUU KUHAP yang direncanakan berlaku Pada saat yang sama dengan KUHP baru mulai 2026. Pasal 142 ayat (3) huruf b RUU KUHAP merupakan salah satu pasal kontroversial yang dikritik kalangan advokat dan Gabungan masyarakat sipil.
(kay/pta)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA