Jakarta, CNN Indonesia —
Kementerian Keuangan (Kementerian Keuangan) mengungkapkan alasan pengajuan penyertaan modal negara (PMN) Rp10 triliun untuk Lembaga Pembiayaan Perdagangan Keluar Negeri Indonesia (LPEI), meski tengah bermasalah.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengatakan kucuran modal Rp10 triliun dibutuhkan untuk membiayai penugasan khusus Perdagangan Keluar Negeri (PKE) kepada LPEI.
“PMN tunai kepada LPEI sebesar Rp10 triliun yang Berencana digunakan untuk melaksanakan penugasan khusus Perdagangan Keluar Negeri (PKE), yang Berencana diberikan oleh pemerintah untuk peningkatan dari kapasitas 8 PKE Serta penambahan 4 PKE baru,” jelas Rionald dalam Rapat Kerja Kementerian Keuangan dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
Ia mengatakan LPEI memang tengah mengalami permasalahan di masa lalu. Menurutnya, salah satu upaya yang Sebelumnya dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Merupakan melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
“Berbeda dari, di sisi lain, kita mengetahui bahwa LPEI Sangat dianjurkan terus menjalankan PKE sehingga hal ini Sangat dianjurkan di-support oleh PMN,” tambahnya.
Dewan Perwakilan Rakyat RI sempat mencecar Menteri Keuangan Sri Mulyani soal pengajuan PMN Rp10 triliun untuk LPEI.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI Fraksi Demokrat Vera Febyanthy mempertanyakan dasar Kementerian Keuangan tetap mengajukan kucuran dana tersebut. Padahal, LPEI tengah tersandung kasus Penyuapan Rp2,5 triliun.
“Kalau untuk penugasan, kami memahami karena itu Merupakan penugasan dari pemerintah. Tetapi kaitan dengan PMN-PMN yang bermasalah ini khususnya, saya ingin mendapatkan standar apa (yang dipakai Kementerian Keuangan)?” cecar Vera.
“Untuk BUMN bermasalah, khususnya LPEI, indikasi atau standar apa sih sehingga itu dilakukan pembiayaan? Kerja sama dengan kejaksaan dan lembaga hukum itu memang Sangat dianjurkan dikonkretkan, tapi jangan hanya satu hal, ternyata indikasi standarnya itu dikesampingkan,” imbuhnya.
Pertanyaan serupa dilayangkan oleh Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI Fraksi NasDem Fauzi Amro. Ia meminta sang Bendahara Negara memetakan setiap perusahaan pelat merah dalam matriks atau klaster khusus.
Harapannya, klaster BUMN yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan bisa memudahkan pendalaman oleh Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI. Ini yang Berencana menentukan apakah rekomendasi pemberian PMN bakal diberikan atau tidak.
“Contoh konkret Bank Tanah di periode kemarin kita tolak PMN-nya, Pada Pada saat ini diajukan lagi. Saya gak tahu persis apa Penjelasannya sehingga diajukan berkali-kali,” tegasnya.
“Belum lagi BUMN-BUMN yang menurut saya secara pribadi bermasalah secara hukum, (misal) LPEI. Menurut saya, kasusnya ini kan Pernah terjadi panjang secara hukum. Artinya, kalau persetujuan yes or no kita nanti, jangan sampai kita terlibat Bahkan dalam proses yang hari ini Pernah terjadi jelas mereka bermasalah secara hukum, tapi diajukan lagi,” sambung Fauzi.
Sri Mulyani menyebut pembiayaan Penanaman Modal senilai Rp176,2 triliun Pernah terjadi tertuang dalam Undang-Undang APBN 2024. Ini terbagi ke dalam Sebanyaknya klaster, mulai dari infrastruktur, pendidikan, pangan dan lingkungan hidup, kerja sama internasional, dan lainnya.
Suntikan untuk LPEI masuk dalam klaster lainnya dengan total alokasi Rp92,88 triliun. Untuk LPEI, Kementerian Keuangan mengajukan PMN tunai sebesar Rp10 triliun.
Wanita yang akrab disapa Ani memang tak merinci mengapa pihaknya terus mengajukan PMN untuk perusahaan pelat merah berkasus.
Dugaan Penyuapan di internal LPEI mencapai Rp2,5 triliun. Temuan ini berasal dari hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung.
Ada empat perusahaan yang terseret dalam kasus Penyuapan yang diduga terjadi sejak 2019. Keempat perusahaan dimaksud merupakan PT RII dengan dugaan fraud sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR sebesar Rp216 miliar, PT SRI sebesar Rp1,44 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA