MK Hapus Larangan Kampanye Pemilihan Kepala Daerah di Kampus, Boleh Tanpa Atribut


Jakarta, CNN Indonesia

MK (MK) mengabulkan seluruh permohon dua mahasiswa terkait pengujian materi Pasal 69 Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tentang aturan larangan kampanye Pemilihan Kepala Daerah di kampus dalam beleid tersebut.

“Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan uji materi tersebut, Selasa (20/8).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Mahkamah, kampanye Pemilihan Kepala Daerah diperbolehkan asalkan kampus atau penanggung jawab pendidikan tinggi tersebut memberi izin. Apalagi, kampanye Bahkan tidak boleh menggunakan atribut kampanye.

Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menyatakan Mahkamah tidak lagi membedakan rezim Pemungutan Suara Rakyat dengan rezim Pemilihan Kepala Daerah.

Ia mengatakan substansi yang dimohonkan para Pemohon pada pokoknya sama dengan substansi Perkara Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang menyatakan larangan kampanye di kampus dikecualikan.

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Guntur membacakan secara konstitusional maka konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya sekadar dibaca bahwa Pemungutan Suara Rakyat diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, DPRD, Dewan Perwakilan Daerah, serta Pemimpin Negara dan Wapres. Tetapi, sambungnya, Bahkan Dianjurkan dimaknai termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah (Pemilihan Kepala Daerah).

Pemaknaan demikian, baca Guntur, menghendaki harmonisasi atau sinkronisasi pengaturan atau hukum Pemungutan Suara Rakyat untuk hal-hal yang memiliki kesamaan antara Pemungutan Suara Rakyat dan pemilihan kepala daerah.

Berkenaan dengan hal itu, Ia mengatakan salah satu tahapan Pemungutan Suara Rakyat dan pemilihan kepala daerah yang dapat dinilai memiliki kesamaan Merupakan penyelenggaraan kampanye.

Dikarenakan oleh itu, sambungnya, Mahkamah tidak ada keraguan untuk memberlakukan pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 secara mutatis mutandis terhadap permohonan a quo.

“Apalagi, pemberlakuan secara mutatis mutandis tidak dapat dilepaskan dari keberlakuan prinsip erga omnes,” ujarnya.

Guntur menyampaikan pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi dimaksudkan Menyajikan kesempatan kepada civitas akademika untuk menjadi salah satu lokomotif penyelenggaraan kampanye Pemungutan Suara Rakyat untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh masing-masing kandidat dengan Menyajikan kesempatan yang sama kepada semua kandidat.

Apalagi, Guntur menyebut mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi yang berarti membuka kesempatan dilakukan kampanye dialogis secara lebih konstruktif yang Pada akhirnya Berencana bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat.

(yla/kid)

Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA