Scroll Video Media Sosial Terus-terusan Bisa Memperparah Rasa Bosan


Jakarta, CNN Indonesia

Bosan melihat sebuah video di media sosial? Percepat saja videonya dan kembali lakukan scroll media sosial. Padahal, studi terbaru mengungkapkan, perilaku ini justru malah Mengoptimalkan rasa bosan.

Media sosial Saat ini Bahkan Menyajikan fitur di mana pengguna bisa mempercepat atau melewatkan tontonan. Anggapannya, bertahan di satu konten bisa memicu rasa bosan.

Padahal, sebuah studi yang diterbitkan di Journal of Experimental Psychology: General menemukan Tidak seperti.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Penelitian kami menunjukkan bahwa Sekalipun demikian orang-orang mempercepat atau melewatkan video untuk menghindari kebosanan, perilaku ini justru Mengoptimalkan kebosanan,” kata penulis utama studi Katy Tam, seperti dilaporkan CNN.

Para peneliti melakukan percobaan pada sekitar 1.200 orang. Pada uji coba pertama, partisipan mendapatkan dua pengalaman menonton video.

Video pertama berdurasi 10 menit tanpa opsi untuk beralih atau mempercepat. Kemudian video berikutnya berdurasi 10 menit dengan opsi beralih di antara tujuh video berdurasi lima menit.

Uji coba kedua, partisipan menonton video berdurasi 10 menit dalam satu putaran. Pada putaran berikutnya, diperbolehkan untuk mempercepat atau memundurkan video berdurasi 50 menit.

Partisipan mulanya berasumsi pilihan beralih atau mempercepat video tidak Berencana membosankan. Tidak seperti, setelah dua eksperimen, partisipan merasa menonton satu video sampai selesai jadi lebih menarik, memuaskan, dan bermakna.

Menurut Tam, kebosanan berkaitan erat dengan perhatian atau atensi seseorang.

“Kita merasa bosan ketika ada kesenjangan antara seberapa terlibatnya kita dan seberapa terlibatnya yang kita inginkan. Saat orang-orang terus berpindah-pindah video, mereka tidak sepenuhnya terlibat dengan satu video, dan malah mencari sesuatu yang lebih menarik,” jelasnya.

Sementara itu, hiburan di masa Saat ini Bahkan semakin beragam, dan pilihan pun makin banyak. Asumsinya, orang tidak Berencana merasa bosan.

Tidak seperti, sejak 2008 sampai 2020, penelitian menunjukkan peningkatan tren kebosanan di kalangan muda.

Kebosanan, kata Tam, dikaitkan dengan kesehatan mental, pembelajaran dan hasil perilaku negatif seperti gejala depresi, nilai akademis buruk, dan agresi.

(els/asr)

Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA